Jumat, 17 Agustus 2012

SAJAK PALSU


SAJAK PALSU
Dikutip oleh : Ahmad fikri aiman

Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di  akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan
atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka  menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima
palsu. Mereka saksikan
ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu.


Yunior = Kambing Hitam ??


Oleh : Ahmad Fikri Aiman


“HIRARKI” adalah kata yang merupakan pondasi awal dari terciptanya hubungan senior dan yunior. Hubungan senior dan yunior sering kita dengat didalam dunia pendidikan atau organisasi tertentu. Keberadaan senior dan yunior adalah sebuah keniscayaan, seiring dengan semakin panjangnya sejarah sebuah lembaga pendidikan atau organisasi tertentu. Senior dan yunior akan muncul dengan sendirinya secara alami seiring dengan perjalanan waktu. Secara kodratnya senior adalah orang yang menjadi tauladan bagi yunior sehingga yunior harus menghargai dan menghormati senior.
Tapi lagi-lagi kita terbentur pada paradigma yang ada saat ini bahwa seorang yunior hanyalah anak kecil yang tidak harus berpikir kritis karena yunior tinggal menerima instruksi dari senior. Hal ini merupakan penjajahan gaya baru dalam dunia pendidikan dan sudah mendarah daging sejak lembaga pendidikan atau organisasi itu berdiri.
Antara senior dan yunior berlaku hubungan timbal balik. Seseorang disebut dengan senior karena di sekitarnya terdapat pihak yang disebut yunior. Sehingga untuk mempertegas hubungan senior dan yunior, maka terciptalah undang-undang warisan dari pendahulu sebelumnya, yaitu “PASAL 1, Senior selalu benar dan PASAL 2, Apabila senior salah kembali ke pasal 1”. Hal inilah yang membuat senior menjadi orang yang dianggap paling benar oleh yuniornya. Terlepas dari benar atau tidak apa yang dilakukan oleh senior nya. 
Pola-pola pembinaan penjajah dahulu masih lekat dalam pola pembinaan senior dan yunior. Dengan dalih kedisiplinan, para senior mempeloncokan yunior-yunior mereka ketika hendak masuk pada suatu lembaga pendidikan atau organisasi tertentu pada masa orientasi. Dilain pihak, masyarakat memandang bahwa pembinaan antara senior dan yunior tak lebih dari militerisme di dalam dunia pendidikan. Hal ini menurunkan citra dari lembaga pendidikan atau organisasi itu sendiri sebagai wadah pendidikan kaum muda di lingkungan sekolah dan di luar lingkungan keluarga.
Banyak penyimpangan yang terjadi dalam hal pembinaan. Khususnya pada pemberian sanksi kepada yunior ketika melakukan kesalahan karena melanggar peraturan yang berlaku pada lembaga atau organisasi itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh ketidakpahaman senior dalam membina, Karena pembinaan itupun dilakukan berdasarkan motif balas dendam kepada yunior-yunior mereka
Mari coba kita bayangkan masa waktu kita kecil dahulu dimana saat kita dilahirkan ke dunia ini masihlah seorang bayi mungil dan tak tahu apa-apa mengenai dunia ini dan kehidupannya. Orang tua kita selalu merawat kita dengan penuh cinta dan kasih sayang. Apapun pasti akan diberikan oleh orang tua kita demi anaknya tersayang.
Hari demi hari terus berlalu dan kita pun semakin tumbuh, tentunya dengan perawatan orang tua kita. Saat kita mulai belajar telungkup, kita tak bosan-bosannya mencoba sampai bisa. Saat sudah bisa telungkup kita pun mulai belajar merangkak dan sampai akhirnya kita belajar berdiri. Semua itu tanpa kita sadari merupakan sebuah perubahan yang sangat berarti bagi hidup kita sampai saat ini. Coba bayangkan kalau kita berhenti untuk belajar berdiri, mungkin sampai saat ini pun kita tidak bisa berdiri apalagi berjalan dengan menggunakan kedua kaki kita. Semua yang kita lakukan dahulu atas dorongan dan bimbingan orang tua kita dan orang-orang yang ada di sekitar kita.
Semua bergulir seiring usia kita bertambah, dan bertambah pula apa yang bisa kita pelajari dari kehidupan ini. Sedikit demi sedikit tapi pasti kita semua mengalami perubahan dan pertumbuhan. Sampai kita dewasa, kita masih terus belajar. Mencari identitas diri adalah hal yang pasti kita temui dalam kehidupan ini. Kita pun selalu dihadapkan pada pilihan mau kemana kita setelah ini. Semua itu adalah pembelajaran yang alamiah pasti akan dialami oleh setiap manusia. Tergantung bagaimana si manusia itu menyikapinya.
Nah, dari ilustrasi di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa semua yang kita lakukan adalah pembelajaran bagi kita. Dan pembelajaran pasti akan membawa perubahan buat diri kita. Dan setiap perubahan merupakan pilihan kita yang mesti kita pilih dan kita taati konsekuensi dari setiap pilihan kita.
Begitu pula dalam dalam pola pembinaan antara senior dan yunior. senior dan yunior harus dapat menyikapi setiap perubahan yang terjadi dengan bijak dan tentunya dalam menyikapi perubahan tersebut tergantung pada pola pikir senior dan yunior itu sendiri. Apa yang diyakininya baik pasti akan dia pilih. Namun jika kita melihat kenyataan yang ada, banyak sekali hal-hal yang keluar dari koridor yang sudah dipilih atau dengan kata lain banyak penyimpangan terjadi. Hal ini menimbulkan pertanyaan buat kita semua, mengapa semua ini bisa terjadi? apa sih yang menjadi penyebab utamanya ? sehingga banyak sekali penyimpangan terjadi.
Sebelum kita mengetahui mengapa semua ini bisa terjadi, mari kita intip bagaimana pola pendidikan di negara tetangga , yaitu Jepang. Yang tentunya masih dalam konteks hubungan senior dan yunior. Tujuan pendidikan Jepang tercantum dalam undang-undang pokok pendidikannya tahun 1947 ayat 1, menyatakan bahwa, pendidikan Jepang bertujuan untuk mengembangkan sepenuhnya kepribadian setiap individu baik fisik, maupun psikis, yang cinta kebenaran dan keadilan, menghormati nilai-nilai pribadi orang lain, menghargai pekerjaan, memiliki rasa tanggung jawab dengan semangat kemerdekaan sebagai pendiri Negara dan masyarakat yang damai. Titik berta pendidikan Jepang adalah pengembangan kemampuan dasar dalam diri generasi muda.
Sama halnya dengan pola pendidikan yang diterapkan di kampus kita. Seperti yang kita ketahui bersama, kampus kita menggunakan sistem tri tunggal terpusat  yaitu dengan mensinkronisasikan bagian pengasuhan, pengajaran dan pelatihan yang merupakan 3 komponen dasar pembentukan karakter kepribadian manusia. khususnya untuk praja yang telah dipersiapkan menjadi pamong praja yang mempunyai sikap, etika, intelektual, dan skill dalam bidang pemerintahan. Sehingga menjadi pamong praja yang paripurna.
Dalam bidang pengasuhan dikampus kita tidak lagi mengenal kata senior dan yunior. karena di kampus kita telah diterapkan “3 SA”, yaitu saling asah, saling asih dan saling asuh, sehingga dengan demikian akan terjalin hubungan emosional yang baik antara kakak dan adik, tetapi bukan antara senior dan yunior. Dengan demikan apabila ada masalah yang timbul, maka akan  dapat segera diselesaikan dengan baik dan tidak akan memunculkan masalah baru.
Secara perlahan dengan pola dan sistem yang diterapkan dikampus kita, tahap demi tahap dapat mengubah paradigma masyarakat yang selalu memandang negatif kampus kita ini. Ini terbukti dari jumlah peminat yang mendaftar untuk masuk menjadi praja IPDN dari tahun ke tahun semakin bertambah. Oleh karena itu kita sebagai praja harus bangga dengan segala kebijakan pimpinan kita demi nama baik almamater kita yang tercinta ini.
Jadi dari beberapa ulasan diatas dapat kita simpulkan yang menjadi “Kambing Hitam” dari pembinaan antara senior dan yunior, yaitu “KRISIS MORAL”.  seperti yang kita ketahui krisis moral bukan saja dialami dalam pembinaan senior dan yunior saja, tetapi selain mengalami krisis ekonomi yang merajalela, bangsa kita ini juga mengalami krisis moral yang luar biasa.
Lalu apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya bila kita kaitkan dengan hubungan senior dan yunior ? Tidak lain harus dilakukan upaya harmonisasi. Ada enam prinsip harmonisasi antara senior dan yunior adalah sebagai berikut :
1.      Pengakuan eksistensi

Pada dasarnya, upaya harmonisasi harus dimulai dengan mengakui eksistensi masing-masing dan menghindari aktivitas saling menganggu. Artinya, mengakui eksistensi yunior tanpa perlu untuk meremehkan senior dan mengakui eksistensi senior tanpa perlu ada yang diremehkan.

2.      Tidak ada keunggulan yang bersifat mutlak

Meyakini bahwa tidak ada keunggulan yang bersifat mutlak pada diri seorang senior atas yuniornya, dan sebaliknya. Keunggulan seseorang dilihat pada kebaikan dan keadilannya. senior maupun junior memiliki peluang yang sama dalam menggapai kebaikan tersebut.

3.      Menyadari keunggulan dan kelemahan

Seorang senior mungkin relatif lebih unggul karena data, informasi, dan pengalamannya yang relatif lebih banyak. Tetapi, dalam diri senior melekat kemungkinan untuk melakukan kemalasan, banyak menuntut, dan lain-lain. Sementara, seorang junior relatif memiliki keunggulan dalam semangat dan energi dibandingkan para seniornya. Tetapi, dalam dirinya, tersimpan potensi ketergesaan dan kecerobohan.

4.      Menyadari potensi-potensi ‘kerakusan’

Senior memiliki potensi untuk ’rakus’ dalam penghormatan, fasilitas dan eksistensi sebagai senior. Seorang senior mungkin akan sangat sensitif dalam persoalan yang berhubungan dengan pernghormatan, fasilitas, dan eksistensi sebagai senior. Sebaliknya ’kerakusan’ junior lebih kepada kebutuhan aktual, lebih diterima, dan lebih eksis dalam berorganisasi.

5.      Menyadari  relativitas senior dan relativitas yunior

Status dan kedudukan senior tidak berlaku seterusnya dan demikian pula dengan yunior. Pada komunitas tertentu, seseorang adalah senior, sementara di sisi kehidupannya yang lain, ia adalah pendatang baru. Demikian sebaliknya, seorang menjadi yunior dan menjadi senior dalam sebagian lingkungannya yang lain. Oleh sebab itu, seorang senior sesungguhnya adalah seorang junior yang memainkan peran senior dan seorang yunior sejatinya adalah seorang senior yang sedang berperan sebagai yunior. Seorang senior pasti pernah menjadi yunior dan seorang yunior pada masanya nanti akan menjadi senior bagi adik-adiknya.

6.      Menyadari kebutuhan nutrisi

Prinsip ini menegaskan bahwa senior perlu nutrisi dari junior dan junior perlu nutrisi yang ada pada diri senior. Nutrisi yang diperlukan seorang senior adalah semangat baja dan energi untuk bergerak dan berkorban. Sementara, nutrisi junior adalah pengalaman, ilmu serta hikmah. Agar ayam junior tidak mati di lumbung padi, para junior harus optimal dalam mengkonsumsi nutrisi yang disediakan senior yang bertebaran di sekitarnya. Jika junior sudah mengasingkan diri dari senior, maka kebinasaanlah yang akan terjadi, karena nutrisi tidak terpenuhi.
Pembaca yang budiman, ke enam prinsip diatas adalah salah satu langkah untuk mewujud moral sehingga hubungan dan pembinaan antara senior dan yunior dapat berjalan dengan baik. Ingat  bahwa orang yang sukses 85% ditentukan dari sikap/moral, 15% baru ditentukan ketrampilan dan intelektual. Kita harus mulai hal ini dari sekarang, bukan esok atau lain waktu.