Oleh : Ahmad Fikri Aiman
“HIRARKI” adalah kata
yang merupakan pondasi awal dari terciptanya hubungan senior dan yunior.
Hubungan senior dan yunior sering kita dengat didalam dunia pendidikan atau
organisasi tertentu. Keberadaan senior dan yunior adalah sebuah keniscayaan,
seiring dengan semakin panjangnya sejarah sebuah lembaga pendidikan atau
organisasi tertentu. Senior dan yunior akan muncul dengan sendirinya secara
alami seiring dengan perjalanan waktu. Secara kodratnya senior adalah orang
yang menjadi tauladan bagi yunior sehingga yunior harus menghargai dan
menghormati senior.
Tapi lagi-lagi kita
terbentur pada paradigma yang ada saat ini bahwa seorang yunior hanyalah anak
kecil yang tidak harus berpikir kritis karena yunior tinggal menerima instruksi
dari senior. Hal ini merupakan penjajahan gaya baru dalam dunia pendidikan dan
sudah mendarah daging sejak lembaga pendidikan atau organisasi itu berdiri.
Antara senior dan yunior
berlaku hubungan timbal balik. Seseorang disebut dengan senior karena di
sekitarnya terdapat pihak yang disebut yunior. Sehingga untuk mempertegas
hubungan senior dan yunior, maka terciptalah undang-undang warisan dari
pendahulu sebelumnya, yaitu “PASAL 1, Senior selalu benar dan PASAL 2, Apabila
senior salah kembali ke pasal 1”. Hal inilah yang membuat senior menjadi orang
yang dianggap paling benar oleh yuniornya. Terlepas dari benar atau tidak apa
yang dilakukan oleh senior nya.
Pola-pola pembinaan penjajah dahulu masih lekat dalam pola pembinaan senior
dan yunior. Dengan dalih kedisiplinan, para senior mempeloncokan yunior-yunior
mereka ketika hendak masuk pada suatu lembaga pendidikan atau organisasi
tertentu pada masa orientasi. Dilain pihak, masyarakat memandang bahwa
pembinaan antara senior dan yunior tak lebih dari militerisme di dalam dunia
pendidikan. Hal ini menurunkan citra dari lembaga pendidikan atau organisasi
itu sendiri sebagai wadah pendidikan kaum muda di lingkungan sekolah dan di
luar lingkungan keluarga.
Banyak penyimpangan yang terjadi dalam hal pembinaan. Khususnya pada
pemberian sanksi kepada yunior ketika melakukan kesalahan karena melanggar
peraturan yang berlaku pada lembaga atau organisasi itu sendiri. Hal ini
disebabkan oleh ketidakpahaman senior dalam membina, Karena pembinaan itupun
dilakukan berdasarkan motif balas dendam kepada yunior-yunior mereka
Mari coba kita bayangkan masa waktu kita kecil dahulu
dimana saat kita dilahirkan ke dunia ini masihlah seorang bayi mungil dan tak
tahu apa-apa mengenai dunia ini dan kehidupannya. Orang tua kita selalu merawat
kita dengan penuh cinta dan kasih sayang. Apapun pasti akan diberikan oleh
orang tua kita demi anaknya tersayang.
Hari demi hari terus berlalu dan kita pun semakin
tumbuh, tentunya dengan perawatan orang tua kita. Saat kita mulai belajar
telungkup, kita tak bosan-bosannya mencoba sampai bisa. Saat sudah bisa
telungkup kita pun mulai belajar merangkak dan sampai akhirnya kita belajar
berdiri. Semua itu tanpa kita sadari merupakan sebuah perubahan yang sangat
berarti bagi hidup kita sampai saat ini. Coba bayangkan kalau kita berhenti
untuk belajar berdiri, mungkin sampai saat ini pun kita tidak bisa berdiri
apalagi berjalan dengan menggunakan kedua kaki kita. Semua yang kita lakukan
dahulu atas dorongan dan bimbingan orang tua kita dan orang-orang yang ada di
sekitar kita.
Semua bergulir seiring usia kita bertambah, dan
bertambah pula apa yang bisa kita pelajari dari kehidupan ini. Sedikit demi
sedikit tapi pasti kita semua mengalami perubahan dan pertumbuhan. Sampai kita
dewasa, kita masih terus belajar. Mencari identitas diri adalah hal yang pasti
kita temui dalam kehidupan ini. Kita pun selalu dihadapkan pada pilihan mau
kemana kita setelah ini. Semua itu adalah pembelajaran yang alamiah pasti akan
dialami oleh setiap manusia. Tergantung bagaimana si manusia itu menyikapinya.
Nah, dari ilustrasi di atas kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa semua yang kita lakukan adalah pembelajaran bagi kita. Dan
pembelajaran pasti akan membawa perubahan buat diri kita. Dan setiap perubahan
merupakan pilihan kita yang mesti kita pilih dan kita taati konsekuensi dari
setiap pilihan kita.
Begitu pula dalam dalam pola pembinaan antara senior
dan yunior. senior dan yunior harus dapat menyikapi setiap perubahan yang
terjadi dengan bijak dan tentunya dalam menyikapi perubahan tersebut tergantung
pada pola pikir senior dan yunior itu sendiri. Apa yang diyakininya baik pasti
akan dia pilih. Namun jika kita melihat kenyataan yang ada, banyak sekali
hal-hal yang keluar dari koridor yang sudah dipilih atau dengan kata lain
banyak penyimpangan terjadi. Hal ini menimbulkan pertanyaan buat kita semua,
mengapa semua ini bisa terjadi? apa sih yang menjadi penyebab utamanya ?
sehingga banyak sekali penyimpangan terjadi.
Sebelum kita mengetahui mengapa semua ini bisa
terjadi, mari kita intip bagaimana pola pendidikan di negara tetangga , yaitu
Jepang. Yang tentunya masih dalam konteks hubungan senior dan yunior. Tujuan
pendidikan Jepang tercantum dalam undang-undang pokok pendidikannya tahun 1947
ayat 1, menyatakan bahwa, pendidikan Jepang bertujuan untuk mengembangkan
sepenuhnya kepribadian setiap individu baik fisik, maupun psikis, yang cinta
kebenaran dan keadilan, menghormati nilai-nilai pribadi orang lain, menghargai
pekerjaan, memiliki rasa tanggung jawab dengan semangat kemerdekaan sebagai
pendiri Negara dan masyarakat yang damai. Titik berta pendidikan Jepang adalah
pengembangan kemampuan dasar dalam diri generasi muda.
Sama
halnya dengan pola pendidikan yang diterapkan di kampus kita. Seperti yang kita
ketahui bersama, kampus kita menggunakan sistem tri tunggal terpusat yaitu dengan mensinkronisasikan bagian
pengasuhan, pengajaran dan pelatihan yang merupakan 3 komponen dasar
pembentukan karakter kepribadian manusia. khususnya untuk praja yang telah
dipersiapkan menjadi pamong praja yang mempunyai sikap, etika, intelektual, dan
skill dalam bidang pemerintahan. Sehingga menjadi pamong praja yang paripurna.
Dalam
bidang pengasuhan dikampus kita tidak lagi mengenal kata senior dan yunior.
karena di kampus kita telah diterapkan “3 SA”, yaitu saling asah, saling asih
dan saling asuh, sehingga dengan demikian akan terjalin hubungan emosional yang
baik antara kakak dan adik, tetapi bukan antara senior dan yunior. Dengan demikan
apabila ada masalah yang timbul, maka akan dapat segera diselesaikan
dengan baik dan tidak akan memunculkan masalah baru.
Secara
perlahan dengan pola dan sistem yang diterapkan dikampus kita, tahap demi tahap
dapat mengubah paradigma masyarakat yang selalu memandang negatif kampus kita
ini. Ini terbukti dari jumlah peminat yang mendaftar untuk masuk menjadi praja
IPDN dari tahun ke tahun semakin bertambah. Oleh karena itu kita sebagai praja
harus bangga dengan segala kebijakan pimpinan kita demi nama baik almamater
kita yang tercinta ini.
Jadi
dari beberapa ulasan diatas dapat kita simpulkan yang menjadi “Kambing Hitam” dari pembinaan antara
senior dan yunior, yaitu “KRISIS MORAL”. seperti yang
kita ketahui krisis moral bukan saja dialami dalam pembinaan senior dan yunior
saja, tetapi selain mengalami krisis ekonomi yang merajalela, bangsa kita ini
juga mengalami krisis moral yang luar biasa.
Lalu
apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya bila kita kaitkan dengan hubungan
senior dan yunior ? Tidak lain harus dilakukan upaya harmonisasi. Ada enam
prinsip harmonisasi antara senior dan yunior adalah sebagai berikut :
1. Pengakuan
eksistensi
Pada dasarnya, upaya harmonisasi harus dimulai dengan mengakui eksistensi
masing-masing dan menghindari aktivitas saling menganggu. Artinya, mengakui
eksistensi yunior tanpa perlu untuk meremehkan senior dan mengakui eksistensi
senior tanpa perlu ada yang diremehkan.
2. Tidak
ada keunggulan yang bersifat mutlak
Meyakini bahwa tidak ada keunggulan yang bersifat mutlak pada diri seorang
senior atas yuniornya, dan sebaliknya. Keunggulan seseorang dilihat pada kebaikan
dan keadilannya. senior maupun junior memiliki peluang yang sama dalam
menggapai kebaikan tersebut.
3.
Menyadari keunggulan dan kelemahan
Seorang
senior mungkin relatif lebih unggul karena data, informasi, dan pengalamannya
yang relatif lebih banyak. Tetapi, dalam diri senior melekat kemungkinan untuk
melakukan kemalasan, banyak menuntut, dan lain-lain. Sementara, seorang junior
relatif memiliki keunggulan dalam semangat dan energi dibandingkan para
seniornya. Tetapi, dalam dirinya, tersimpan potensi ketergesaan dan
kecerobohan.
4.
Menyadari potensi-potensi ‘kerakusan’
Senior
memiliki potensi untuk ’rakus’ dalam penghormatan, fasilitas dan eksistensi
sebagai senior. Seorang senior mungkin akan sangat sensitif dalam persoalan
yang berhubungan dengan pernghormatan, fasilitas, dan eksistensi sebagai
senior. Sebaliknya ’kerakusan’ junior lebih kepada kebutuhan aktual, lebih
diterima, dan lebih eksis dalam berorganisasi.
5. Menyadari relativitas senior dan relativitas yunior
Status dan kedudukan senior tidak berlaku seterusnya dan demikian pula dengan yunior.
Pada komunitas tertentu, seseorang adalah senior, sementara di sisi
kehidupannya yang lain, ia adalah pendatang baru. Demikian sebaliknya, seorang
menjadi yunior dan menjadi senior dalam sebagian lingkungannya yang lain. Oleh
sebab itu, seorang senior sesungguhnya adalah seorang junior yang memainkan
peran senior dan seorang yunior sejatinya adalah seorang senior yang sedang
berperan sebagai yunior. Seorang senior pasti pernah menjadi yunior dan seorang
yunior pada masanya nanti akan menjadi senior bagi adik-adiknya.
6.
Menyadari kebutuhan nutrisi
Prinsip ini menegaskan bahwa senior perlu nutrisi dari junior dan junior perlu
nutrisi yang ada pada diri senior. Nutrisi yang diperlukan seorang senior
adalah semangat baja dan energi untuk bergerak dan berkorban. Sementara,
nutrisi junior adalah pengalaman, ilmu serta hikmah. Agar ayam junior tidak mati
di lumbung padi, para junior harus optimal dalam mengkonsumsi nutrisi yang
disediakan senior yang bertebaran di sekitarnya. Jika junior sudah mengasingkan
diri dari senior, maka kebinasaanlah yang akan terjadi, karena nutrisi tidak
terpenuhi.
Pembaca
yang budiman, ke enam prinsip diatas adalah salah satu langkah untuk mewujud
moral sehingga hubungan dan pembinaan antara senior dan yunior dapat berjalan
dengan baik. Ingat bahwa orang yang
sukses 85% ditentukan dari sikap/moral, 15% baru ditentukan ketrampilan dan
intelektual. Kita harus mulai hal ini dari sekarang, bukan esok atau lain
waktu.