Jumat, 17 Agustus 2012

SAJAK PALSU


SAJAK PALSU
Dikutip oleh : Ahmad fikri aiman

Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di  akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan
atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka  menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima
palsu. Mereka saksikan
ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu.


Yunior = Kambing Hitam ??


Oleh : Ahmad Fikri Aiman


“HIRARKI” adalah kata yang merupakan pondasi awal dari terciptanya hubungan senior dan yunior. Hubungan senior dan yunior sering kita dengat didalam dunia pendidikan atau organisasi tertentu. Keberadaan senior dan yunior adalah sebuah keniscayaan, seiring dengan semakin panjangnya sejarah sebuah lembaga pendidikan atau organisasi tertentu. Senior dan yunior akan muncul dengan sendirinya secara alami seiring dengan perjalanan waktu. Secara kodratnya senior adalah orang yang menjadi tauladan bagi yunior sehingga yunior harus menghargai dan menghormati senior.
Tapi lagi-lagi kita terbentur pada paradigma yang ada saat ini bahwa seorang yunior hanyalah anak kecil yang tidak harus berpikir kritis karena yunior tinggal menerima instruksi dari senior. Hal ini merupakan penjajahan gaya baru dalam dunia pendidikan dan sudah mendarah daging sejak lembaga pendidikan atau organisasi itu berdiri.
Antara senior dan yunior berlaku hubungan timbal balik. Seseorang disebut dengan senior karena di sekitarnya terdapat pihak yang disebut yunior. Sehingga untuk mempertegas hubungan senior dan yunior, maka terciptalah undang-undang warisan dari pendahulu sebelumnya, yaitu “PASAL 1, Senior selalu benar dan PASAL 2, Apabila senior salah kembali ke pasal 1”. Hal inilah yang membuat senior menjadi orang yang dianggap paling benar oleh yuniornya. Terlepas dari benar atau tidak apa yang dilakukan oleh senior nya. 
Pola-pola pembinaan penjajah dahulu masih lekat dalam pola pembinaan senior dan yunior. Dengan dalih kedisiplinan, para senior mempeloncokan yunior-yunior mereka ketika hendak masuk pada suatu lembaga pendidikan atau organisasi tertentu pada masa orientasi. Dilain pihak, masyarakat memandang bahwa pembinaan antara senior dan yunior tak lebih dari militerisme di dalam dunia pendidikan. Hal ini menurunkan citra dari lembaga pendidikan atau organisasi itu sendiri sebagai wadah pendidikan kaum muda di lingkungan sekolah dan di luar lingkungan keluarga.
Banyak penyimpangan yang terjadi dalam hal pembinaan. Khususnya pada pemberian sanksi kepada yunior ketika melakukan kesalahan karena melanggar peraturan yang berlaku pada lembaga atau organisasi itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh ketidakpahaman senior dalam membina, Karena pembinaan itupun dilakukan berdasarkan motif balas dendam kepada yunior-yunior mereka
Mari coba kita bayangkan masa waktu kita kecil dahulu dimana saat kita dilahirkan ke dunia ini masihlah seorang bayi mungil dan tak tahu apa-apa mengenai dunia ini dan kehidupannya. Orang tua kita selalu merawat kita dengan penuh cinta dan kasih sayang. Apapun pasti akan diberikan oleh orang tua kita demi anaknya tersayang.
Hari demi hari terus berlalu dan kita pun semakin tumbuh, tentunya dengan perawatan orang tua kita. Saat kita mulai belajar telungkup, kita tak bosan-bosannya mencoba sampai bisa. Saat sudah bisa telungkup kita pun mulai belajar merangkak dan sampai akhirnya kita belajar berdiri. Semua itu tanpa kita sadari merupakan sebuah perubahan yang sangat berarti bagi hidup kita sampai saat ini. Coba bayangkan kalau kita berhenti untuk belajar berdiri, mungkin sampai saat ini pun kita tidak bisa berdiri apalagi berjalan dengan menggunakan kedua kaki kita. Semua yang kita lakukan dahulu atas dorongan dan bimbingan orang tua kita dan orang-orang yang ada di sekitar kita.
Semua bergulir seiring usia kita bertambah, dan bertambah pula apa yang bisa kita pelajari dari kehidupan ini. Sedikit demi sedikit tapi pasti kita semua mengalami perubahan dan pertumbuhan. Sampai kita dewasa, kita masih terus belajar. Mencari identitas diri adalah hal yang pasti kita temui dalam kehidupan ini. Kita pun selalu dihadapkan pada pilihan mau kemana kita setelah ini. Semua itu adalah pembelajaran yang alamiah pasti akan dialami oleh setiap manusia. Tergantung bagaimana si manusia itu menyikapinya.
Nah, dari ilustrasi di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa semua yang kita lakukan adalah pembelajaran bagi kita. Dan pembelajaran pasti akan membawa perubahan buat diri kita. Dan setiap perubahan merupakan pilihan kita yang mesti kita pilih dan kita taati konsekuensi dari setiap pilihan kita.
Begitu pula dalam dalam pola pembinaan antara senior dan yunior. senior dan yunior harus dapat menyikapi setiap perubahan yang terjadi dengan bijak dan tentunya dalam menyikapi perubahan tersebut tergantung pada pola pikir senior dan yunior itu sendiri. Apa yang diyakininya baik pasti akan dia pilih. Namun jika kita melihat kenyataan yang ada, banyak sekali hal-hal yang keluar dari koridor yang sudah dipilih atau dengan kata lain banyak penyimpangan terjadi. Hal ini menimbulkan pertanyaan buat kita semua, mengapa semua ini bisa terjadi? apa sih yang menjadi penyebab utamanya ? sehingga banyak sekali penyimpangan terjadi.
Sebelum kita mengetahui mengapa semua ini bisa terjadi, mari kita intip bagaimana pola pendidikan di negara tetangga , yaitu Jepang. Yang tentunya masih dalam konteks hubungan senior dan yunior. Tujuan pendidikan Jepang tercantum dalam undang-undang pokok pendidikannya tahun 1947 ayat 1, menyatakan bahwa, pendidikan Jepang bertujuan untuk mengembangkan sepenuhnya kepribadian setiap individu baik fisik, maupun psikis, yang cinta kebenaran dan keadilan, menghormati nilai-nilai pribadi orang lain, menghargai pekerjaan, memiliki rasa tanggung jawab dengan semangat kemerdekaan sebagai pendiri Negara dan masyarakat yang damai. Titik berta pendidikan Jepang adalah pengembangan kemampuan dasar dalam diri generasi muda.
Sama halnya dengan pola pendidikan yang diterapkan di kampus kita. Seperti yang kita ketahui bersama, kampus kita menggunakan sistem tri tunggal terpusat  yaitu dengan mensinkronisasikan bagian pengasuhan, pengajaran dan pelatihan yang merupakan 3 komponen dasar pembentukan karakter kepribadian manusia. khususnya untuk praja yang telah dipersiapkan menjadi pamong praja yang mempunyai sikap, etika, intelektual, dan skill dalam bidang pemerintahan. Sehingga menjadi pamong praja yang paripurna.
Dalam bidang pengasuhan dikampus kita tidak lagi mengenal kata senior dan yunior. karena di kampus kita telah diterapkan “3 SA”, yaitu saling asah, saling asih dan saling asuh, sehingga dengan demikian akan terjalin hubungan emosional yang baik antara kakak dan adik, tetapi bukan antara senior dan yunior. Dengan demikan apabila ada masalah yang timbul, maka akan  dapat segera diselesaikan dengan baik dan tidak akan memunculkan masalah baru.
Secara perlahan dengan pola dan sistem yang diterapkan dikampus kita, tahap demi tahap dapat mengubah paradigma masyarakat yang selalu memandang negatif kampus kita ini. Ini terbukti dari jumlah peminat yang mendaftar untuk masuk menjadi praja IPDN dari tahun ke tahun semakin bertambah. Oleh karena itu kita sebagai praja harus bangga dengan segala kebijakan pimpinan kita demi nama baik almamater kita yang tercinta ini.
Jadi dari beberapa ulasan diatas dapat kita simpulkan yang menjadi “Kambing Hitam” dari pembinaan antara senior dan yunior, yaitu “KRISIS MORAL”.  seperti yang kita ketahui krisis moral bukan saja dialami dalam pembinaan senior dan yunior saja, tetapi selain mengalami krisis ekonomi yang merajalela, bangsa kita ini juga mengalami krisis moral yang luar biasa.
Lalu apa yang harus dilakukan untuk mengatasinya bila kita kaitkan dengan hubungan senior dan yunior ? Tidak lain harus dilakukan upaya harmonisasi. Ada enam prinsip harmonisasi antara senior dan yunior adalah sebagai berikut :
1.      Pengakuan eksistensi

Pada dasarnya, upaya harmonisasi harus dimulai dengan mengakui eksistensi masing-masing dan menghindari aktivitas saling menganggu. Artinya, mengakui eksistensi yunior tanpa perlu untuk meremehkan senior dan mengakui eksistensi senior tanpa perlu ada yang diremehkan.

2.      Tidak ada keunggulan yang bersifat mutlak

Meyakini bahwa tidak ada keunggulan yang bersifat mutlak pada diri seorang senior atas yuniornya, dan sebaliknya. Keunggulan seseorang dilihat pada kebaikan dan keadilannya. senior maupun junior memiliki peluang yang sama dalam menggapai kebaikan tersebut.

3.      Menyadari keunggulan dan kelemahan

Seorang senior mungkin relatif lebih unggul karena data, informasi, dan pengalamannya yang relatif lebih banyak. Tetapi, dalam diri senior melekat kemungkinan untuk melakukan kemalasan, banyak menuntut, dan lain-lain. Sementara, seorang junior relatif memiliki keunggulan dalam semangat dan energi dibandingkan para seniornya. Tetapi, dalam dirinya, tersimpan potensi ketergesaan dan kecerobohan.

4.      Menyadari potensi-potensi ‘kerakusan’

Senior memiliki potensi untuk ’rakus’ dalam penghormatan, fasilitas dan eksistensi sebagai senior. Seorang senior mungkin akan sangat sensitif dalam persoalan yang berhubungan dengan pernghormatan, fasilitas, dan eksistensi sebagai senior. Sebaliknya ’kerakusan’ junior lebih kepada kebutuhan aktual, lebih diterima, dan lebih eksis dalam berorganisasi.

5.      Menyadari  relativitas senior dan relativitas yunior

Status dan kedudukan senior tidak berlaku seterusnya dan demikian pula dengan yunior. Pada komunitas tertentu, seseorang adalah senior, sementara di sisi kehidupannya yang lain, ia adalah pendatang baru. Demikian sebaliknya, seorang menjadi yunior dan menjadi senior dalam sebagian lingkungannya yang lain. Oleh sebab itu, seorang senior sesungguhnya adalah seorang junior yang memainkan peran senior dan seorang yunior sejatinya adalah seorang senior yang sedang berperan sebagai yunior. Seorang senior pasti pernah menjadi yunior dan seorang yunior pada masanya nanti akan menjadi senior bagi adik-adiknya.

6.      Menyadari kebutuhan nutrisi

Prinsip ini menegaskan bahwa senior perlu nutrisi dari junior dan junior perlu nutrisi yang ada pada diri senior. Nutrisi yang diperlukan seorang senior adalah semangat baja dan energi untuk bergerak dan berkorban. Sementara, nutrisi junior adalah pengalaman, ilmu serta hikmah. Agar ayam junior tidak mati di lumbung padi, para junior harus optimal dalam mengkonsumsi nutrisi yang disediakan senior yang bertebaran di sekitarnya. Jika junior sudah mengasingkan diri dari senior, maka kebinasaanlah yang akan terjadi, karena nutrisi tidak terpenuhi.
Pembaca yang budiman, ke enam prinsip diatas adalah salah satu langkah untuk mewujud moral sehingga hubungan dan pembinaan antara senior dan yunior dapat berjalan dengan baik. Ingat  bahwa orang yang sukses 85% ditentukan dari sikap/moral, 15% baru ditentukan ketrampilan dan intelektual. Kita harus mulai hal ini dari sekarang, bukan esok atau lain waktu.

Senin, 21 Mei 2012

Nyanyian Rumah Bukit



Oleh : Ahmad Fikri Aiman


dengan detak jantung yang berdegub kencang dan tidak seirama degan nafasku, aku tersentak dari tidurku. Mataku langsung tertuju kearah jam dinding, kulihat jam masih menunjukan pukul 03.30 Wib. dengan reflek otak kananku memerintahkan untuk mengambil jala dan bersiap untuk mencari sesuap nasi dilautan lepas. langkahku kembali terhenti didepan pintu rumah. hujan kembali menghapus rezekiku hari ini, semangat yang tadi membara dengan hitungan detik membeku dan mencair melebur bersama lamunanku. kuletakkan jala di samping kursi serambi rumahku, kusandarkan tubuhku yang mulai rapuh digilas roda dunia yang bengis ini.

pikiranku mulai melayang bersama rintikan hujan dan remang lampu serambi rumahku, hanya satu kalimat yang terlintas dalam benakku " apa yang bisa aku dan keluargaku makan hari ini ?", beras yang ku pinjam dari warung bawah sekarang telah mengering, telah satu minggu jalaku tidak basah oleh air laut. apa yang harus aku jawab ketika istri dan anak semata wayangku bagun dari tidurnya dan menanyakan "makan apa kita hari ini yah ?". ya tuhan apa sebenarnya yang kau rencanakan dibalik semua ini.

Kreat....kreot...!


rumahku kembali bernyanyi mengiringi lamunanku, dulu ibuku pernah bercerita kalau bunyi itu adalah suara khas dari rumah panggung yang terbuat dari kayu ketika diterpah oleh angin, sehingga telingaku tidak tabu lagi ketika mendengar nyanyian dari rumahku. hampir sepuluh tahun aku berkeluarga dan tinggal di rumah ini semenjak ibuku dipanggil sang khalik. ayahku telah lama wafat, beliau wafat dibakar hidup-hidup oleh warga kampung di lereng bukit ini. waktu itu aku masih berumur 5 tahun, aku tdak mengerti apa-apa ketika masyarakat dan beberapa orang bertubuh kekar berseragam loreng menyeret tubuh rentah ayahku dengan keji. ibu tidak bisa berbuat apa-apa, beliau hanya memeluk erat tubuh mungilku dengan air mata yang berlinang dan bibir yang bergetar seoalah menahan sesak di dada yang sangat luar biasa. kata-kata ibu yang masih aku ingat saat itu adalah " buku bersampul coklat itu ada di sumur belakang rumah nak, ayah mu di fitnah, bukan ayahmu yang menguburkan buku itu !" . 


          semenjak kejadian itu aku selalu dipanggil dengan sebutan "PKI", aku tidak mengerti apa sebenarnya isi dari buku bersampul coklat itu sehingga aku selalu di pangil PKI oleh warga kampung. tiga tahun berlalu semenjak kematian ayahku. aku menjadi anak yatim dengan seorang ibu tua yang berusaha membesarkan dan menghidupkanku. kebenaranpun terungkap, hari itu guru SD di samping rumahku bersujud dihadapan ibuku dan mengaku bahwa dia adalah "antek PKI" dan dialah sebenarnya yang menguburkan buku itu di sumur belakang rumahku. dengan mata yang berkaca-kaca, ibu berlari menuju rumah kepala desa dan mengungkapkan semua ini. hingga pada akhirmya kepala sang guru SD itu  menjadi bayarannya. semua telah berlalu, ayah dan ibu telah tenang di alam sana tapi semua kenangan ini tidak akan bisa terlupakan olehku.

Kreat...kreot...!


suara itu menghancurkan lamunanku. ku lihat jam menunjukan pukul 06.30 wib, hujan masih turun dengan keangkuhannya. aku berjalan ke arah kamar dan melihat dua sosok tubuh manusia masih tertidur pulas. perlahan aku mendekatkan tanganku kearah dahi anakku, ternyata masih terasa panas. sudah hampir 3 hari anakku sakit, tapi hanya pil bodrek yang bisa aku berikan. kocekku tidak akan mampu untuk membawa anakku ke puskesmas.
kembali aku berjalan menuju serambi rumahku untuk mengecek apakah warung bawah suda buka atau belum, berniat untuk kembali meminjam beras beberapa genggam.

kepalaku sedikit mendongak ke arah bawah, sepertinya lampu serambi dari warung itu telah dipadamkan. biasanya itu tanda kalau warung itu telah buka. 

Kreat...kreot..!


suara nyanyian rumahku kembali terdengar ketika aku hendak merapatkan pintu rumah, tapi kali ini suara itu terdengar lebih jelas dari sebelumnya.meskipun hujan dengan tertatih-tatih aku menyusuri pinggiran bukit yang licin  untuk menuju ke arah warung yang berada di kaki bukit ini. jarak warung itu tidak jauh dari rumah hanya sekitar 500 meter.

" mau minjam lagi pak", suara itu bagai tamparan yang melayang ke mukaku ketika ku hendak melangkahkan kaki masuk ke warung.

dengan gugup aku menjawab "i..i..iya bu, hanya dua genggam beras. besok setelah hujan tidak turun lagi dan aku kembali melaut, pasti aku akan membayar semua hutangku".


"liat dulu perahumu itu, jangan-jangan sudah lapuk di guyur hujan terus"


"iya bu, setelah ini saya mau cek perahu"  sambil menerima dua genggam beras dari tangan ibu penjaga warung yang berbadan gempal ini. 

tiba-tiba suara gemuruh terdengar jelas dari arah rumahku diatas bukit itu. kali ini aku yakin bukan nyanyian rumahku lagi. sepertinya ini nyanyian dari semua rumah yang berada di atas bukit itu. sebuah bongkahan tanah besar menggulung habis rumah-rumah yang berada di atas bukit itu dan meratakan nya dengan tanah. semua rumah di sana bernyanyi bersama tanah yang menenggelamkan mereka. satu demi satu rumah hancur  berkeping-keping di telan tanah yang longsor dari atas bukit itu. dalam sekejap semua nyanyian rumah hening. dalam sekejap semua kenangan tenggelam, dalam sekejap istri dan anakku tertidur lelap untuk selamanya.

dan hari ini pertanyaan yang aku takuti berakhir.  "makan apa kita hari ini yah ?"

Minggu, 18 Maret 2012

Indonesia kembali menangis dibalik topengnya


Pernahkah kamu mendengar teori turbulensi ?

”bahwa kepak sayap kupu-kupu di belahan bumi timur dapat menyebabkan badai di belahan bumi barat”.
          Sekilas teori ini memang lucu, siapapun yang membaca teori ini pasti akan membuat kulit dahinya berkerut dan menimbulkan tanda tanya besar didalam kepalanya. Sehingga efek sampingnya membuat orang berfikir seolah-olah ilmuan yang menciptakan teori ini adalah seorang pelawak yang sedang berusaha mengeluarkan kata-kata jenakanya demi menghibur penontonnya.
Tapi jika kita selami lebih dalam, secara tidak kita sadari sekarang ilmuan itu telah membuktikan kata-katanya di negara kita. Teori ini memiliki arti “bahwa alam semesta ini semuanya saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain”. Makna dari teori ini memang tidak dapat untuk kita pungkiri, rasanya mimpi buruk itu masih membekas dihati masyarakat indonesia. Walau 6 tahun telah berlalu, diiringi dengan pergulatan hidup yang luar biasa. Tetapi bayangan ombak raksasa dan jerit tangis umat manusia tetap mengahantui masyarakat Indonesia.
Aceh, 26 Desember 2004. Gempa dengan kekuatan 8,1 sekala Richter versi United States Geological Survey (USGS) dan 6.6 skla Richter versi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Indonesia mengguncang negeri serambi mekah itu. Dalam waktu 15 menit sebanyak 230.000 nyawa hilang seketika. Pesona kota calang yang terkenal dengan keindahan pantainya dalam sekejab berubah menjadi dataran tanpa ada satu bangunanpun yang berdiri. Hari itu suasana mencekam menyelimuti aceh dan hawa kematian berterbangan seolah menjalankan titah tuhan.
Bencana ini merupakan kado yang sangat sepesial diawal pemerintahan susilo bambang yudoyono. Dengan gaya kepemimpinan yang berwibawa dan tegas, sang presiden dengan cepat memerintahkan TNI AL untuk segera mengirimkan bantuan ke Aceh menggunakan kapal perang bekas armada Jerman Timur jenis Landing Ship Tank dengan panjang kapal 91 meter dan berbobot 1900 ton. Dahulu pada zaman pemerintahan Bj. Habibie, kapal ini pernah menjadi kisruh yang sempat memanas. Karena kontrak pembelian 39 kapal perang bekas armada Jerman Timur itu membengkak dari 760 juta dolar AS menjadi 1,1 miliar dolar AS. Kisruh ini nyaris menimbulkan keretakan antara Habibie, DPR RI, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Departemen Keuangan, dan Angkatan Laut. Dan, hei, lihatlah. Sekarang kapal yang diributkan itu digunakan, seolah-olah kapal ini lahir dengan suci tanpa dosa sedikitpun.
Hari pertama di tahun 2005, bantuan itu baru merapat di perarian meulaboh setelah lima malam berlayar dari Jakarta. Proses penurunan bantuan agak terhambat, karena kapal tidak bisa merapat ke dermaga yang telah rusak dihantam air petaka itu. Bantuan telah tersusun rapi di posko relawan, namun bantuan tidak juga segera dibagikan. Ternyata para relawan yang berseragam loreng itu sedang menanti satu kapal lagi yang mengangkut barang dari “Cikeas”. Entah siapa yang membuat aturan bahwa bantuan dari Cikeas harus dibagikan terlebih dulu sebelum bantuan-bantuan dari lembaga lain.
Berjam-jam bantuan itu belum juga dibagikan. Tiba-tiba Helikopter Black Hawk milik amerika serikat melesat bebas di udara. Sesekali, meraka menjatuhkan kardus-kardus yang segera diperebutkan oleh para pengungsi dibawahnya. Beberapa kameramen luar negeri terlihat menumpang di dalam helikopter yang mempunyai potensi bisa membahayakan citra pemerintahan Indonesia di luar negeri.
PBB tidak ingin tinggal diam menanggapi bencana tsunami ini. Tepat tanggal 6 Januari 2005 di Jakarta mengadakan KTT (Konfrensi Tingkat Tinggi) yang membahas mengenai Tsunami. KTT ini dihadiri banyak pemimpin-pemimpin dunia, seperti Menlu Amerika Serikat Colin Powell, Sekjen PBB Kofi Annan dan lain-lain untuk membahas dampak dan menolong korban tsunami samudra hindia. Walau demikian Indonesia tetap Indonesia, meskipun konfrensi yang dilaksanakan tingkat super tinggi pun tetap saja korban bencana semakin menderita dari hari ke hari.  
          Enam tahun berlalu. Aceh perlahan mulai membenahi daerahnya. Indonesiapun terus menuai bencana. Peristiwa-peristiwa lain berdatangan seolah seperti rangkaian rantai yang saling terkait satu sama lainnya. Belum habis rasanya duka yang kita alami dari bencana tsunami Aceh. Mungkin tuhan masih belum puas untuk menguji bangsa kita. Gempa bumi sibolga dan pulau nias, gempa bumi tasikmalaya, Gempa bumi yogya dan lumpur lapindo, Serta teror dan ledakan bom pun turut serta menghiasi kesedihan Indonesia. Sungguh suatu ironi, bahwa di saat-saat negara kita sedang merangkak untuk maju dan berusaha untuk mengaum lagi di asia, Indonesia justru memperlihatkan gejala-gejala perpecahan.
Sekarang saatnya ilmuan pelawak itu kembali membuktikan teorinya. bahwa alam semesta ini semuanya saling berhubungan dan berkaitan satu sama lain. Tsunami aceh memang sudah berlalu, dan dengan cepat pula pemerintah kita mulai melupakan peristiwa yang menjadi catatan hitam bagi bangsa kita. Pemerintah hanya sibuk dengan urusan mempertebal kantong celana. Istilah ”aji mumpung” sekarang lagi tren di pemerintahan kita. Sehingga masyarakat yang seharusnya adalah objek sekarang menjadi subjek.
Di tengah pergelutan dunia pemerintahan, Indonesia lagi-lagi dikejutkan oleh amukan alam. Warior, mentawai, dan sleman kembali menangis. Ratusan nyawa manjadi korban. dan untuk kesekiankalinya indonesia menjadi pusat perhatian dunia. Tentunya kesempatan ini tidak disia-siakan oleh para calo bencana, semua bergegas untuk untuk mencari hidup ditengah ladang kematian.
26 Oktober 2010, tsunami kembali memporak porandakan mentawai. 80 persen bangunan di mentawai rubuh di landa tsunami. Hingga saat ini menurut berita yang dilansir korban mentawai terus berjatuhan, tidak kurang dari 350 orang dinyatakan tewas, belum termasuk sekitar 400 orang raib dan 160 orang luka-luka akibat dari sapuan tsunami yang mengahantam pulau kecil itu. Bencana ini murni kesalahan BMKG (Badan Meteorolgi, Klimatologi, dan Geofisika), karena 12 jam sebelum bencana ini terjadi BMKG telah mencabut pernyataannya bahwa akan terjadi gempa dengan kekuatan 7,2 SR di daerah Sumatra Barat. Tetapi dengan alasan kelasik BMKG menyatakan kalau mereka lupa apabila di perairan Sumatra Barat itu ada pulau mentawai. Permohonan maaf memang sangat mudah terlontar dari mulut, tetapi kesedihan yang mendalam membuat masyrakat mentawai sangat sulit untuk menerima kenyataan ini.
Seperti biasa, pendistribusian bantuan selalu tidak merata. Desa tirik adalah salah satu desa yang terlambat menerima bantuan, untuk bertahan hidup warga mengandalkan keladi dan pisang liar. Itupun sulit dicari. Untuk selingan, mereka biasa menggerogoti rebung alias bambu muda. Agar pengungsi tidak makan bambu yang tua karena stok bambu muda sudah habis, dengan segera pemerintah mengantarkan bantuan ke desa itu. Selama kurang lebih 2 jam pemerintah baru sampai di desa itu dengan menggunakan sampan dan bersusah payah menghajar ombak-ombak untuk sampai ditujuan.
Ditengah tanggap darurat bencana dan ditengah jerit tangis warga mentawai, sang gubernur dengan langkah gontai meninggalkan negri yang ia pimpin untuk bertolak ke Jerman demi mengikuti acara promosi investasi provinsinya. Dengan nada santai Anggota Staff Hubungan Masyarakat Gubernur Sumatra Barat selaku juru bicara gubernur mengatakan, “yang bertanggung jawab penanggulangan tsunami ini adalah wakil gubernur, sedangkan pak gubernur hanya sebagai pengarah”. Entah apa yang ada di benak sang gubernur, yang dengan tegah meninggalkan provinsinya yang sedang ditimpa musibah. Bukan hanya gubernur yang melakukan hal seperti itu, anggota Badan Kehormatan DPR RI pun di tengah hiruk pikuk bencana yang melanda Idonesia, mereka melakukan kunjungan kerja ke yunani dan menghabiskan dana sebesar 2,3 Miliar. Mungkin sang gubernur dan DPR RI harus banyak belajar dengan Barack Obama Presiden Amerika Serikat, yang menunda kunjungannya ke Jakarta karena terjadi ledakan kilang minyak di Teluk Meksiko.
Tepat pada tanggal yang sama 26 oktober 2010, gunung merapi di sleman meletus. Hingga sekarang merapi semakin ganas dan menjadi-jadi. Rentetan bencana yang menimpah di Indonsia pada bulan oktober ini membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan tegas menetapkan anggaran untuk pengolahan bencana di Indonesia pada APBNP di tahun 2011, meskipun untuk sekarang rekonstruksi sekitar merapi diserahkan ke daerah dulu. Walau demikian tindakan ini dilakukan setelah Wasior, Merapi, dan Mentawai terjadi. Setelah peristiwa-peristiwa ini terjadi barulah diketahui bahwa hanya 171 daerah dari 530 kabupaten/kota pada 33 provinsi yang telah membentuk wadah penanggulangan bencana. Artinya, konsolidasi program BNPB tidak jelas. Ironisnya, pada setiap pemilu kada, banyak sosok berlomba memasuki kompetisi.
Aspek perlindungan warga negara terhadap bencana oleh negara yang dilaksanakan pemerintah tidak tertangani dengan baik dan benar. Hanya segelintir tokoh nasional yang tulus dalam mengabdi untuk rakyat, malah dibelah bahwa pernyataan itu jangan-jangan hanya dipolitisasi. Lalu amankah kita sebagai rakyat di negara pancasila ini ? Agaknya dari bencana demi bencana, silih berganti hanya menyisakan derita berkepanjangan yang pada akhirnya untuk dilupakan.
Inilah negeri kita, yang selalu berceloteh tentang kehidupan yang tak akan kunjung usai.